TOPMETRO.NEWS – Pintu rumahnya dibuka. Pemilik rumah, sosok berusia lanjut (lansia) mempersilakan para tamunya memasuki ruang tamu, sembari menebarkan senyuman dan menerima salam.
Ia kelihatan gembira. Dalam konteks budaya, senyum menjadi simbol penerimaan, kelembutan, dan kehangatan.
Pemilik rumah adalah Prof. Drs. Jakob Soemardjo (86 tahun).
Dia salah seorang pelopor kajian Filsafat Indonesia dan kritikus sastra ternama. Karyanya tersebar di mana-mana, baik kolom surat kabar dan majalah, makalah seminar, pengantar di kolom buku acara pertunjukan teater, dan lain-lain. Terdapat puluhan buku-buku karya Prof Jakob.
“Ada 67 buku saya. (Buku karya Prof Jakob Sumardjo),” kata Prof. Jakob kepada tamunya dari Pengurus Ikatan Alumni Sastra dan Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Ika Sadaya Unpad) pada Sabtu, 12 Juli 2025 di bilangan Jalan Padasuka, Cicaheum, Bandung.
Prof. Jakob memang tidak pernah memberi mata kuliah di Unpad, tapi bagi mahasiswa fakultas Sastra yang saat ini berganti menjadi Ilmu Budaya, buku karya Prof. Jakob menjadi buku pegangan wajib.
Tim Pengurus Ika Sadaya Unpad yang berkunjung ke rumah Prof. Jakob, diantaranya Hikmat Gumelar dan Aef Sopyan Aminata, keduanya dari Komite Etik.
Turut hadir Ummy Latifah dari Dewan Penasihat, Doni Sutardiana dari Pokja Badan Usaha, dan Desmanjon Purba Wakil Ketua Umum Ika Sadaya Unpad.
Perkunjungan ini digagas Kang Hikmat. Ia sudah cukup lama mengenal dengan Prof. Jakob. Kang Hikmat adalah seorang sastrawan Indonesia yang dikenal menulis puisi, cerita pendek, dan esai.
Tahun lalu, Hikmat Gumelar meraih penghargaan Palestine World Prize for Literature 2024 untuk kumpulan puisinya yang berjudul “Dari Reruntuhan Mawar ke Cerita Ingatan”.
Lalu ada Teh Ummy Latifah, alumni Sastra Sejarah Unpad dikenal juga sebagai penulis buku: Hallo Bandung Hire Den Haag; Mega Proyek Stasiun Radio Malabar.
Ketika dimintai tanggapan terkait banyaknya jurusan/program studi Sastra/Ilmu Budaya yang kurang diminati masyarakat, kemudian rendahnya keinginan menikmati karya sastra di era sekarang ini, Prof. Jakob hanya tersenyum.
“Saya sudah tua. Jari-jari tangan semakin kaku (tidak lincah lagi untuk mengetik. Red-). Daya ingat sudah menurun,“ ujar Prof. Jakob dibumbui dengan senyumannya.
Lalu, Prof. Jakob membawa tamunya berjalan menuju dapur. Saat menuruni gang bertangga, sebelah kiri ada kamar kerja Prof. Jakob relatif kecil dengan pintu terbuka.
Ada pula 2 unit mesin tik di bawah meja tempat Prof. Jakob mengetikkan karya-karyanya. Sampai ke ruangan makan, di sana ada rak kayu dengan deretan buku-buku.
“Nah, di bagian ini (Rak atas) semuanya buku saya,” kata Prof. Jakob.
Sambil duduk, Prof. Jakob mengatakan pola pikir masyarakat didasarkan pasangan yang saling bertentangan, contoh hidup dengan kematian, terang dengan gelap, dan lain-lain.
Pola 2 adalah budaya berburu yaitu di Papua dan Nias. Pola 3, budaya berladang, yaitu Sunda, Minang, Bugis, Batak. Pola 4 budaya maritim, yaitu Melayu. Pola 5 (lima) adalah (budaya) bersawah, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Peleburan dari semua yang bertentangan, dipengaruhi oleh alam dan lingkungan hidup.
“Lingkungannya berubah, pola pikirnya ikut berubah,” kata Prof. Jakob penulis buku Estetika Paradok dan penulis buku-buku Sunda itu.
Buku-buku (suku) Sunda yang diciptakan antara lain Buku Khazanah Pantun Sunda, Buku Struktur Filosofis Artefak Sunda, Buku Hermeneutika Sunda, dan lain-lain.
Prof. Jakob kemudian berujar Ketuhanan dalam Pancasila itu hasil peleburan dari nasionalisme, internasionalisme, manusia, dan kesejahteraan sosial. Ketuhanan itu gak bisa ditentukan agama masing-masing. Ketuhanan itu masih primordial dan belum mengenal agama-agama.
“Ketuhanan bukan primordial animisme ataupun dinamisme, melainkan primordialisme Indonesia (keIndonesiaan),” kata Prof Jakob yang juga anak dari purnawirawan TNI itu.
Agustus 2025 tampaknya bakal menjadi momen istimewa. 17 Agustus 2025 terasa istimewa ada peringatan Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-80.
Di 26 Agustus 2025 menjadi perayaan Ulang Tahun Prof. Jakob Sumardjo ke-86.
Ia pun mengiyakan agar buku-bukunya dapat diperlihatkan ke khalayak ramai.
Ia mempersilakan profilnya yang sederhana diperkenalkan ke publik. Buah kreasi, dedikasi, dan pemikiran-pemikirannya dipersilakannya untuk dinikmati masyarakat.
Dia memberikan diri semampunya untuk kemaslahatan dan hajat hidup banyak orang.
Secara simbolis ia telah menjawab pertanyaan tamunya dari Ika Sadaya Unpad.
Pertanyaan tentang rendahnya minat masyarakat terhadap beberapa program Studi Sastra/Ilmu Budaya, termasuk rendahnya minat generasi muda membaca karya-karya sastra.
Jawabannya, Sastra dan Kebudayaan akan terus diminati dan dilestarikan masyarakat sepanjang ada karya dedikasi dan kreativitas yang terbaik dan diwariskan kepada generasi demi generasi.
Dari dirinya (Prof. Jakob) yang sudah lansia diteruskan kepada kaum dewasa, kaum dewasa menurunkannya kepada generasi muda hingga kepada anak-anak bangsa secara berkelanjutan dan terus menerus.***
reporter | dpsilalahi